LEMBAGA ANTI KORUPSI YANG PERNAH ADA DI INDONESIA

Saat ini hampir seluruh lapisan masyarakat pernah mendengar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sepak terjang KPK menangkap pelaku korupsi, hingga perdebatan Jaksa dari KPK pada sidang tipikor maupun praperadilan kerap menghiasi media massa di tanah air. Namun tidak banyak yang mengetahui perjalanan lembaga anti korupsi yang pernah dibentuk selain KPK. Sejarah mencatat, pemberantasan korupsi melalui pembentukan lembaga yang khusus menangani perkara ini telah dimulai sejak tahun 1960. Namun, dikarenakan berbagai pertimbangan lembaga-lembaga itu berganti nama maupun struktur serta tupoksi nya. Berikut ini lembaga-lembaga anti korupsi yang pernah dibentuk di Indonesia :
  1. Panitia Retooling Aparatur Negara (1960)
Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) dibentuk untuk melakukan penindakan penyimpangan yang dilakuakn apartur negara. Paniti ini beranggotakan A.H Nasution, Prof. M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Panitia ini tidak efektif dikarekana banyak perlawanan dari pejabat yang korup, sehingga menyerahan kembali pelaksanaan tugas ke Kabinet Djuanda.
  1. Operasi Budhi (1963)
Setelah Pembubaran PARAN, penyelewengan yang dilakukan semakin marak, maka melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963 dilaksanakan “Operasi Budhi”, operasi ini dipimpin oleh A.H Nasution yang pada saat itu juga merangkap sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan. Tujuan operasi ini adalah untuk menangkap pelaku penyimpangan yang dilakukan oleh Staf ABRI. Operasi ini dirasa kurang efektif, sehingga  dibubarkan dan diganti dengan Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (KONTRAF) dipimpin Presiden Soekarno dibantu Letjen Ahmad Yani.
  1. Tim Pemberantasan Korupsi (1967)
Pada tahun 1967, presiden Soeharto membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) melalui Kepres No. 228/1967 dimana  tim ini beranggotakan Jaksa Agung, Kapolri, Menteri Kehakiman, dan Panglima ABRI. Hasil kerja tim ini kemudian berhasil menyeret 9 orang yang diduga melakukan penyelewengan.
  1. Komisi Empat (1970)
Untuk keberlangsungan pemerintahan yang efektif, maka perlu dibentuk suatu lembaga yang dapat memberikan penilaian yang objektif dan membangun, sebagai bahan evaluasi. Pada Tahun 1970 Presiden Soeharto membentuk “Komisi Empat”, sebuah lembaga yang beranggotakan Mantan Wakil Presiden M. Hatta sebagai penasihat, mantan perdana menteri Wilopo, I.J.Kasimo, Prof. Johannes, Anwar Tjokroaminoto dan Kepala BAKIN Mayjen Sutopo Yuwono. Selain melakukan penilaian terhadap kinerja pemerintah, tugas komisi ini juga memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai langkah-langkah dan kebijakan pemberantasan kosupsi. Kinerja lembaga ini kurang bergema, hal ini dikarenakan selama kurun waktu 1970 – 1977 hanya mampu mengungkap 2 (Dua) pejabat yang terindikasi korupsi, sedangkan sisanya kasus kecil yang banyak tidak ada kelanjutannya.
  1. Komite Anti Korupsi (1970)
Pada Tahun 1970 dibentuk Komisi Anti Korupsi yang anggotanya terdiri dari apar aktifis mahasiswa angkatan 66, namun komisi ini dibubarkan dua bulan berikutnya.
  1. Operasi Penertiban – OPSTIB (1977)
Berdasarkan Inpres Nomor  Tahun 1977, Pemerintah melaksanakan Operasi Penertiban yang beranggotakan kepolisian, kejaksaan, dan ABRI. Operasi ini cukup efektif menindak ribuan pegawai yang terindikasi melakukan penyimpangan dan mampu menyelamatkan uang negara sebanyak 200 milyar
  1. Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (1999)
Pada Era Presiden Bj Habibie, dibentuk melalui Keppres No. 27 Tahun 1999 dengan tugas melakukan pemeriksaan kekayaan pejabat negara, berdasarkan UU No 30 Tahun 2022 lembaga ini kemudian menjadi subbagian pencegahan dalam Komisi Pemberantasan Korupsi.
  1. Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (2000)
Di masa pemerintahan Presdien keempat, dibentuklah lembaga sementara yang memiliki tugas pemberantasan korupsi. Lembaga yang beranggotakan jaksa, polisi dan wakil dari masyarakat dinamakan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK), namun dikarenakan lemahnya koordinasi antara anggotanya, TGPTPK tidak efektif dalam pemberantasan korupsi. Salah satunya ditolaknya permintaan untuk kasus BLBI oleh Kejaksaan Agung. Umur Tim ini berakhir pada tahun 2001 atas gugatan “judicial review oleh tiga orang hakim agung yang pernah diperiksa oleh TGPTPK.
  1. Komisi Pemberantasan Korupsi (2002)
Lahirnya UU Nomor 30 Tahun 2002 menjadi awal terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diawal pembentukannya, KPK beranggotakan Taufiqurahman Ruki, Sirajudin Rasul, Amien Sunaryadi, Erry Riyana Harjapamengkas dan  Tumpak Hatorang. KPK memiliki wewenang penuh dalam pemberantasan korupsi dimulai dari wewenang pencegahan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, penindakan, monitoring hingga adanya pengadilan Tipikor yang dipimpin oleh Hakim Tipikor. Selain itu Lembaga ini juga memiliki kewenangan untuk menyadap dan merekam hal-hal yang berhubungan dengan Tipikor tanpa seizin pengadilan. Terdapat pro-kontra terhadap keberadaan lembaga ini, diantaranya adanya pendapat yang mengatakan bahwa lembaga ini adalah lembaga Ad Hoc yaitu lembaga sementara yang berdiri untuk memberantas korupsi menggantikan peran Kepolisian dan Kejaksaan, sehingga KPK bisa saja dibubarkan sewaktu-waktu. Namun ada pula yang menyatakan bahwa ad hoc bukan lah “Sementara”, namun lembaga yang memiliki peran “Khusus” pemberantasan korupsi. Berdasarkan data ACCH, Per 30 Juni 2017,total penanganan perkara tindak pidana korupsi yang diaukan oleh KPK dari tahun 2004-2017 adalah penyelidikan 896 perkara, penyidikan 618 perkara, penuntutan 506 perkara, inkracht 428 perkara, dan eksekusi 454 perkara.
  1. Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi – Timtas Tipikor (2005)
Lahirnya Keppres Nomor 11 Tahun 2005, menjadi dasar pembentukan Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor). Tim memiliki tugas dan wewenang yang hampir sama dengan KPK yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku terhadap kasus dan/atau indikasi tindak pidana korupsi dan mencari dan menangkap pelaku yang diduga keras melakukan tindak pidana serta menelusuri asetnya dalam rangka pengembalian keuangan secara optimal. Tim ini berjalan kurang efektif, selama periode pembentukan hingga pembubarannya belum tampak hasil yang signifikan.
Begitu banyaknya upaya pemerintah dari Orde Lama, Orde Baru hingga orde Reformasi untuk memberantas korupsi, namun sepertinya korupsi semakin menggurita. Wacana terkini sebagai upaya pemberantasn korupsi adalah dengan memperkuat Aparat Pengawasan Internal. Penguatan peran APIP ini diharapkan mampu memberikan sinyalemen jika ada indikasi korupsi yang sedang berlangsung, sehingga porsi penindakan yang telah dilakukan sejak orde lama hingga sekarang, akan digantikan dengan digiatkannya porsi pencegahan.
Oleh : Riandy Syarif

Source : https://riandysyarif.wordpress.com/2017/10/12/lembaga-anti-korupsi-yang-pernah-ada-di-indonesia/

Post a Comment

أحدث أقدم